Sabtu, 22 September 2012

Ternyata Umur Bukan Penghalang

Diposting oleh Firda Zakiya di 23.49
“Sayang bangun Sayang, tadi malam Papi kan sudah bilang Kamu harus ikut Papi ke kantor” suara halus Mami yang hampir setiap Pagi terdengar ditelinga Ku, untuk membangunkan Ku dan membukakan jendela kamar Ku.
“Aku kan sudah bilang, Aku tidak mau Mi!” jawab Ku dan kembaling menutup diri dengan selimut.
“Sudah Kamu turuti saja kemauan Papi, Kamu kan anak semata wayang jadi siapa lagi yang akan mengurus semua bisnis Papi mu, tidak mungkin Papi menghabiskan hari tua sambil bekerjakan, Sayang”
“Tapi Mii..” Mami menarik tangan Ku dan menuntun Ku ke kamar mandi.
“Sudah jangan banyak alasan lagi, Kamu mandi lalu ikut sarapan di bawah”
“Iya, Mami” jawab Ku pasrah, Aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi inilah nasib Ku menjadi ahli waris tunggal dari pengusaha kaya.
Selesai mandi Aku mengenakan baju yang telah disiapkan oleh Mami Aku tahu pasti Mami pasti takut Aku hanya memakai kaos oblong dan celana pendek yang biasa Aku pakai kalau sedang berada di rumah.
Banyak orang berkata “Hidup Mu enak ya, Wan menjadi ahli waris tunggal dari pengusaha kaya yang terkenal, bisa kaya tujuh turunana Kamu bahkan lebih”. Ya hanya itu yang mereka tahu, Aku rela bertukar posisi dengan siapapun asal Aku bisa hidup tanpa diatur sedikitpun, kalau mereka tahu pasti tidak akan mau bertukar posisi dengan Ku, Kuliah saja Aku harus masuk fakulitas perbisnisan, Padahal Aku ingin sekali masuk fakulitas kesenian, banyak orang yang bilang Aku mempunyai suara yang cukup merdu untuk di dengar, tapi sayang Papi tidak pernah mengizinkan Ku untuk berkarir di dunia seni, Papi itu memang egois!!.
Tok..tok..
“Den, sudah di tunggu Tuan dan Nyonya di bawah” ucap Bi Uki.
“Iya Bi, Awan akan segera ke bawah”
“Baik Den” lama kelamaan suara langkah kaki yang menuruni tangga pun hilang, Aku pun segera bergegas turun.
“Morning Papi, morning Mami” kata Ku sambil mencium pipi mereka.
“Morning Sayang” seperti biasa hanya Mami yang menjawab sedangkan Papi sibuk dengan korannya.
“Ini Sayang rotinya” kata Mami sambil memberikan dua roti tumpuk yang di tengahnya telah di beri selai coklat.
“Makasih Mi”
“Wan Kamu bawa saja rotinya, Papi ada meeting dengan client penting Papi”
“Baiklah Pi” seperti biasa hanya menjadi robotnya Papi yang menuruti apa kata Papi.
“Hati-hati yang Sayang” ucap Mami setelah Aku dan Papi berpamitan.
****
Aku mencoba keluar dari ruang kerja Papi karena Aku sudah di gerogoti rasa bosan, saat Aku keluar.
“Aduh kalau jalan, liat-liat ya mas” suara seorang perempuan yang baru saja Aku tabrak.
“Sorry..sorry” ternyata perempuan itu tidak mendengar kata maaf Ku karena dia sudah berlari cepat sekilas bukan seperti karyawati di sini karena dia menggunakan baju putih dan rok abu-abu dan itu tandanya dia masih SMA.
“Sorry Mbak ganggu, apa Mbak tahu siapa yang tadi Saya tabrak?”
“Yang mana ya mas Saya tidak memerhatikan” tanyannya, ternyata sibuk sekali menjadi karyawan di sini pantas saja Papi sangat-sangat kaku.
“Yang tadi pakai seragam sekolah Mbak?”
“Oh, itu Mbak Lyli anaknya Pak Santoso, tangan kanannya Bapaknya Mas, masa Mas nggak tahu sih”
“Oh anaknya Om Santoso, makasih ya Mbak”
*****
Saat di lobi kantor Aku melihat Lyli sedang asik membaca novel remaja, Aku coba untuk menghampirinya.
“ Hai”
“Ada apa Kamu kesini, apa Kamu tidak punya pekerjaan sehingga menggangu orang lain” Jawab Lyli ketus.
“Ada sih, tapi penasaran sama Kamu”
“Hai Pa” tiba-tiba anak itu berlari dan menghampiri laki-laki paruh baya yang ternyata Om Santoso.
“Kamu sedang apa dengan Awan? Apa kalian sudah saling kenal?” tanya Papanya.
“Pagi Om”
“Dia tuh Pa, yang genit nyamperin Aku”
“Hai Santoso” kata Papi dari belakang dan menepuk pundak Om Santoso.
“Sedang apa kalian di sini, sudah jam makan siang lebih baik kita ke resto jepang di depan kantor” ajak Papi.
*****
Aku sudah mengira Pasti Lyli akan merasa bosan sebab Aku juga begitu, akhirnya Aku mengajak Lyli untuk keluar dan ternyata dia mengiyakan ajakan Ku, Ku ajak saja dia untuk makan di warung nasi uduk Bu Ratmih di pinggir jalan, sambil bercerita-cerita sejak saat itu Aku dan Lyli menjadi dekat, hampir setiap hari Aku mengantar Lyli ke sekolah dan mampir di warung nasi uduk  Bu Ratmih.
Dia juga pernah bercerita tentang mantannya yang hanya tergiur dengan hartanya, sampai saat ini dia menjadi trauma untuk mempunyai kekasih, dia juga cerita kalau saat ini dia sedang menyukai seorang laki-laki tapi dia belum berani untuk menyatakan perasaannya.
Semenjak dia sering cerita tentang laki-laki itu Aku merasa sangat kesal, apa ini yang dinamakan jatuh cinta, sangat-sangat aneh rasanya.
“Kak, mau ya temanin Lyli datang ke ulang tahunnya Rina, please!” Pintanya, kenapa dia tidak mengajak laki-laki yang dia suka, mengapa harus Aku dasar anak ABG, hanya bisa bikin pusing orang dewasa saja.
*****
Saat Aku mempertimbangkan kenapa Aku tidak mencoba saja untuk mengatakan sejujurnya kepada Lyli, tidak ada salahnya kan menghilangkan sesak di dada karena keinginan yang sangat untuk mendapatkan Lyli apalagi Papi sagat mendesak Ku untuk mencari calon istri.
“Sayang Kamu tidak membeli kado untuk Lyli” suara Mami yag tiba-tiba datang dan menyadarkan Ku dari lamunan.
“Kado? Buat apa Mi?” tanya Ku binggung.
“Besokan Lyli sweet seventeen Sayang masa Kamu tidak tahu?”
Dari sini ide gila Ku muncul untuk mengajak Lyli makan malam di restoran jepang dengan suasana yang sangat romantis, segera Ku ambil sweater dan Kunci mobil untuk membeli kado spesial untuk Lyli.
*****
Setelah acara ulang tahun Lyli selesai Aku meminta izin kepada orang tuanya untuk mengajaknya keluar sebentar.
“Kak Awan sebenarnya kita mau kemana sih?” tanya Lyli penasaran.
“Udah Kamu duduk manis, dan jangan berisik” dan ternyata untuk saat ini Lyli menuruti apa kata Ku, setelah sampai di tempat tujuan Aku sengaja memarkir mobil agak jauh dari lokasi, dan menyuruh Lyli menggunakan penutup mata yang sengaja Ku bawa.
“Kak Awan mau kemana sih pakai segala ditutup gini mata Lyli” protes Lyli.
“Sssstttt, jangan berisik udah jalan, ini kita udah sampai kok”
Setelah Aku buka penutup matanya, Lyli sangat terkejut dengan suasana yang benar-benar gelap.
“Kak Awan kok gelap, Lyli takut”
Nah kata-kata takut Lyli lah yang menjadikan lampu disekitar menyala, dan ada dua orang pelayan yang menyuguhkan makanan dan minuman di depan Lyli.
“Waw.. makanannya banyak banget Kak? Buat siapa?”
 “Buat Kamulah, dibuka dong”
Lyli pun membuka tutup saji yang berada tepat di depannya.
“Kak ada cincinnya loh” ucapnya polos dan langsung memakai dijari manisnya.
“Itu memang buat Kamu” kata Ku dan mencoba meraih tangan Lyli.
“Ly, sebenarnya Kakak mulai suka sama Kamu saat pertama kali Kakak nabrak Kamu di kantor Papi, ya memang ini terlalu terburu-buru sih, Kakak tahu Kamu punya trauma dengan laki-laki, Kakak disini ingin sekali Kamu tahu kalau Kakak nggak bisa kehilangan Lyli, Kakak ingin Lyli menjadi perempuan ke dua yang Kakak Sayang setelah Mami, Lyli maukan jadi orang yang Kakak Sayang?”.
 Saat itu Aku hanya melihat Lyli tersenyum dan menganggukan kepala, Aku masih bertanya-tanya, bukankah Lyli sedang menyukai seorang laki-laki.
“Kak Awan, Lyli nggak pernah menyangka kalau Kakak punya perasaan yang sama dengan Lyli, mau tahu nggak Kakak laki-laki yang sering Lyli ceritain ke Kakak itu diri Kakak sendiri, Lyli kira Kakak nggak akan suka sama Lyli karena Lyli baru 17 tahun, tenyata umur bukan penghalang”.
“Walaupun umur kakak delapan tahun diatas kamu, Kakak tetep sayang sama Kamu”.
Rasanya seperti Mimpi ketiban durian runtuh saja, saat ini Aku sangat-sangat bahagia dan Aku berjanji tidak akan menyakiti Lyli dan menjaganya melebih apapun.
SELESAI!
By: Firda Zakiya

0 komentar:

Posting Komentar

 

Firda Zakiya Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea